Monday, September 26, 2016

Antara Aku, Sahabatku dan Sebuah Kanker

Antara Aku, Sahabatku dan Sebuah Kanker



Karya : Salma Fatiha Farrahani
Ditulis : 24 September 2016
Waktu selesai : 25 September 2016


Aku terdiam di dalam kelas sambil melirik bangku di sebelah bangku ku. Aneh sekali. Biasanya teman sebangkuku yang notabenenya sahabat karibku yang bernama Chelsea duduk disitu. Dan kini, mendadak dia tidak masuk sekolah entah apa alasannya. Bukan hanya sehari-dua, tetapi sampai seminggu semenjak hari pertama semester kedua, Chelsea sudah menghilang tanpa kabar.


Saat aku mencoba menghampiri rumahnya, rumahnya seperti kosong tidak berpenghuni. Ketika itu, ada seorang ibu-ibu pemilik warung yang juga tetangga sebelah rumah Chelsea mengatakan kalau Chelsea belum pulang dari berlibur. Tetapi kenapa hingga seminggu dia belum juga kembali? Dan saat aku mencoba mengontak nomornya, nomornya sudah tidak aktif. Pesan di media sosial pun tidak dia balas.


Ketika bel pulang sekolah berbunyi, aku segera bangkit dan berjalan keluar kelas, mengikuti teman-temanku.  Tiba-tiba ponselku bergetar menandakan pesan masuk di LINE. Ketika aku mengecek, tertera nama pengirimnya, nama orang yang sudah lama tidak ada kabar, nama orang yang sedari kemarin aku cari-cari.


Chelsea Wulandari F : Hai Tika. Maaf banget kalau selama ini aku menghilang dan tidak mengabarimu. Sebenarnya sejak liburan semester satu, aku pindah ke London. Ayahku di pindahkan kerja, kurang lebih selama 5 tahun. Nomor ponselku tidak aktif, karena kartu perdananya kartu perdana Indonesia yang tidak bisa digunakan di luar negeri. Jadi maaf kalau selama ini kamu mengirimiku pesan dan meneleponku. Aku juga belum sempat membalas pesanmu di media sosial, karena aku sibuk disini. Mengurus kepindahan dan juga kelanjutan dari sekolahku. Maaf juga aku mendadak memberitahukan ini padamu.

Chelsea Wulandari F : Kamu jaga diri di Indonesia ya. Tenang aja, aku janji aku pasti bakal kembali ke Indonesia setelah 5 tahun. Semoga kamu sukses sekolah disana. Oh ya! Kita harus tetap kontakan ya! Karena aku tidak bisa ber-SMS lagi, jadi kita bisa komunikasi lewat media sosial. Doakan aku agar baik-baik di London^^ bye see you again Tika ^^


Dan sejak saat itu, Chelsea jarang berkomunikasi lagi denganku.


*****


5 tahun kemudian...


Kini aku berusia 22 tahun. Aku sudah lulus kuliah dan mendapatkan gelar sarjana S1 jurusan kedokteran anak. Kini aku juga bekerja di sebuah puskesmas yang ada di salah satu kota besar sambil mempersiapkan biaya kuliah S2.


Selama ini, aku sudah tidak pernah berkomunikasi lagi dengan Chelsea. Ntah bagaimana kabarnya sekarang, terakhir aku mengiriminya pesan, pesanku tidak dibaca olehnya. Sempat 2 tahun sebelumnya, Chelsea berkata ingin kembali ke Indonesia, dan itu akan terlaksana di akhir tahun. Tapi ntah kenapa beberapa minggu kemudian, dia membatalkan kepulangannya ke Indonesia.


Saat aku sedang berada di ruangan praktekku, sehabis menangani seorang pasien, seseorang mengetuk pintu ruanganku, dan ketika terbuka, dia adalah seorang resepsionis di puskesmas ini.


"Bu Tika, diluar ada seseorang yang ingin bertemu ibu. Saya belum pernah melihatnya, tapi sepertinya dia seseorang yang sedang sakit. Katanya ada keperluan penting untuk bertemu ibu," kata resepsionis itu. Aku tersenyum pada resepsionis itu.


"Baik mbak, terimakasih, saya akan keluar sebentar lagi," ucapku. Resepsionis itu mengangguk dan keluar dari ruanganku. Aku melanjutkan catatanku yang tinggal satu paragraf, setelah itu keluar dari ruanganku untuk mencari orang tersebut.


Pandanganku langsung jatuh pada bagian sudut ruang tunggu di puskesmas. Terdapat seorang ibu berkerudung sedang duduk. Di sebelahnya seseorang dengan menggunakan kursi roda duduk sambil mengobrol dengan ibu itu. Rambut orang itu botak dan ditutupi kupluk. Ketika aku mendekati mereka, betapa terkejutnya aku ketika menyadari, ibu-ibu berkerudung itu adalah Tante Indah, Mama Chelsea. Dan semakin terkejut ketika melihat seseorang berkursi roda itu, berwajah mirip Chelsea, atau memang dia adalah Chelsea?


"Tante Indah?!" tanyaku tak percaya.

"Hai Tika. Wah hebat, kamu sudah bekerja ya sekarang? Jadi dokter lagi," puji Tante Indah padaku. Aku tersenyum dan melirik seseorang di sebelah Tante Indah dengan perasaan tidak enak. Apakah benar dia...

"Chel...sea?!" tanyaku pelan, namun sarat akan keterkejutan. Aku menutup mulutku ketika melihat keadaan Chelsea yang berubah total.

"Hai Tikaaa. Wahh sudah lama ya kita tidak bertemu? Apa kabar?" tanya gadis yang benar saja ternyata itu Chelsea.

"Chelsea? Benarkah kamu Chelsea? Tapi... Kenapa??" tanyaku masih tidak percaya dengan penglihatanku. Ya Tuhan, Chelsea yang dulu ceria, kini mukanya tampak pucat meski dia berusaha menutupinya dengan senyum yang seperti terlihat bahagia. Chelsea yang dulu rusuh dan petakilan kini duduk diam di kursi roda dengan kupluk yang menutupi kepalanya yang dulu ditumbuhi rambut panjang yang selalu dikuncir. Kini, kepala itu tampak botak. Kemana rambut indah Chelsea?

"Tika, kita bisa mengobrol dulu sebentar diluar? Ada yang ingin aku bicarakan denganmu. Kamu pasti heran, dan sebagai dokter, aku kira kamu sudah tahu kenapa keadaanku seperti ini," kata Chelsea sambil tersenyum lebar. Aku serasa ingin menangis melihat keadaan sahabatku. Aku mengangguk dan menoleh ke  arah Tante Indah. Seakan mengerti jalan pikiranku, Tante Indah mengangguk.

"Ya, tante izinkan kalian bicara berdua, karena itulah keinginan Chelsea datang kemari. Tolong jaga Chelsea ya Tika," ucapnya. Aku tersenyum.

"Baik tante. Terimakasih,"


Aku berjalan sambil mendorong kursi roda Chelsea. Sampai di taman, mengalirlah cerita Chelsea. Selama 5 tahun ini, ternyata alasan kepindahan Chelsea ke London bukan karena dipindah tugaskannya ayahnya, tetapi karena dia menjalani pengobatan di London. Dia menderita penyakit kanker dan itu menyebabkan dia harus lama berobat.  Sempat setelah 3 tahun berobat kemoterapi, dia sudah dinyatakan sembuh dan dia berkeinginan kembali ke Indonesia. Ketika tinggal beberapa minggu lagi dengan waktu kepulangan Chelsea ke Indonesia, tiba-tiba penyakit itu datang lagi dan menyerang tubuh Chelsea, bahkan dokter mengatakan keadaan nya lebih parah dari yang sebelumnya karena penyakitnya sudah lebih kebal terhadap obat kemoterapi.


"Dokter mengatakan bahwa hidupku sudah tidak lama lagi. Beliau bilang, kemungkinan maksimal umurku kurang dari satu tahun. Meski sekeras apapun aku kemo, penyakitku sudah lebih parah. Aku kasihan melihat orang tuaku yang mengeluarkan banyak uang untuk kemo di luar negeri. Biaya disana sangat mahal, jadi aku memutuskan untuk pulang ke Indonesia dan dirawat disini. Lagipula... aku kangen kamu Tika. 5 tahun tidak bertemu kamu, rasanya sangat sepi. Jadi aku memutuskan kembali lagi ke Indonesia. Dan sekarang aku sudah bisa bertemu, mengobrol, dan..."

"Tidak Chelsea! Jangan berkata seperti itu! Dokter tidak tahu sampai kapan kamu akan bertahan. Hanya Tuhan yang tahu batas umur manusia. Aku yakin kamu bisa sembuh! Tolong, jangan buat aku panik. Jangan pesimis seperti itu! Dan kembali lah ke London. Jangan pikirkan aku. Peralatan kedokteran disana sudah lebih canggih dibanding disini. Kamu pasti bisa sembuh kalau dirawat disana!" ucapku. Tidak kuat menahan air mataku yang kini sudah berderaian. Tidak! Kumohon Chelsea, jangan berkata seakan-akan kamu sudah tidak punya harapan hidup. Aku yakin dia bisa sembuh kembali! Chelsea tersenyum sedih.

"Tapi ini memang sudah menjadi takdirku Tika. Mau dimanapun aku dirawat, penyakit ini sudah lebih kuat dan lebih ganas. Perlahan-lahan dia akan menggerogoti tubuhku. Aku hanya berpikir, untuk apa mengeluarkan uang banyak, kalau hasilnya sama saja? Lebih baik aku disini, cepat  atau lambat, aku juga akan..."

"Stop! Please jangan buat aku takut! Jaga ucapanmu Chel! Please! Kamu harus kuat, kamu harus bisa bertahan melawan penyakitmu. Chelsea yang ini bukanlah Chelsea yang dulu ku kenal. Chelsea yang dulu merupakan sosok Chelsea yang kuat, tegar dan optimis. Kemana Chelsea yang dulu? Tolong jangan bicara hal-hal seperti itu! Mukjizat Tuhan tidak pernah ada yang tahu. Dokter hanya meramalkan, dan dia tidak pernah tahu kapan ajal menjemput manusia. Tolong, jangan menyerah! Kita juga harus selalu berdoa demi kesembuhanmu. Orang tuamu juga pasti mengusahakan apapun demi kesembuhanmu, walau semahal apapun," pintaku sambil memeluk Chelsea erat. Chelsea balas memelukku. Tak disadari, air matanya mengalir.

"Terimakasih Tika. Kamu memang sahabatku. Baiklah aku akan berjuang keras. Aku akan berjuang agar aku bisa sembuh, demi orang-orang yang menyayangiku. Tapi tidak lagi di London, melainkan disini. Aku kenal seorang dokter spesialis kanker yang sudah sangat berpengalaman menangani penyakit ini. Jadi tidak perlu ke luar negeri, aku cukup kemo disini dengan bimbingannya," ucap Chelsea.

"Apa kamu yakin?" tanyaku.

"Yakin! Tadi Tika yang menyuruhku untuk optimis. Sekarang Tika juga harus optimis kalau aku bisa sembuh meski dirawat disini. Peralatan Indonesia tidak kalah dengan yang di London kok," kata Chelsea. Aku mengangguk meski sedikit ragu. Kemudian kami berusaha mengalihkan topik dan berhenti membicarakan soal kanker. Chelsea memberiku oleh-oleh dari London, sebuah boneka beruang berwarna putih yang sedang memegang hati terbelah. Chelsea juga memiliki boneka yang sama denganku, yakni pasangan bonekaku. Jika disatukan, maka hati yang dipegang bonekanya bertuliskan "Love You, my Best Friend".


*****


Akhirnya, Chelsea pulang ke Indonesia dan dirawat di sebuah rumah sakit ternama dengan  dokter spesialis kanker yang sudah sangat profesional. Sepulang bekerja, aku selalu menyempatkan diri menjenguk Chelsea. Keadaan Chelsea berangsur-angsur membaik meski belum total. Tapi kami masih terus berusaha sampai keadaan Chelsea terus membaik. Tidak lupa kami berdoa kepada Yang Maha Kuasa agar Chelsea diberikan kesembuhan.


Pada suatu hari, ini hari kesepuluh Chelsea dirawat di Indonesia. Dan di hari itu, aku menjenguk Chelsea sambil membawa boneka beruang dari Chelsea. Kemarin saat aku menjenguknya, Chelsea memintaku untuk membawakan boneka beruang Chelsea.


Belum sampai di kamar rawat Chelsea, tiba-tiba aku melihat seorang dokter beserta beberapa asisten dan susternya terburu-buru lari dan aku melihat, mereka berlari ke area kamar Chelsea. Aku membelalakan mata sambil menutup mulut. Tidak!! Semoga tidak terjadi apa-apa pada Chelsea! Aku berlari menuju kamar Chelsea. Aku melihat kedua orangtua Chelsea yang berdiri diluar kamar. Pintu kamar Chelsea tertutup rapat. Tante Indah tampak menangis di pelukan suaminya. Tanpa perlu bertanya pun, aku sudah mengerti apa yang terjadi pada Chelsea. Dengan lemas, aku mendudukan diri di kursi tunggu dan sibuk berdoa. Yang kini bisa ku lakukan hanyalah berdoa yang terbaik untuk sahabatku. Semoga Tuhan masih memberikan keajaiban untuk Chelsea.


Tiba-tiba pintu kamar Chelsea terbuka. Spontan, aku dan kedua orangtua Chelsea langsung menghampiri dokter. Dokter tampak menatap kami sebentar lalu berkata:


"Kami sudah berusaha semampu kami untuk memperjuangkan hidup Chelsea. Tapi kami tidak bisa mengulur umur yang sudah ditentukan oleh Tuhan. Sayangnya, Tuhan berkata lain. Tolong bapak, ibu, dan adik ikhlaskan Chelsea,"


Mendengar perkataan dokter, lututku langsung lemas. Aku jatuh terduduk sambil menutup wajahku dengan tangan. Tangisan Tante Indah semakin keras, dan walaupun Ayah Chelsea berusaha menenangkan Tante Indah, aku sangat yakin, beliau juga sangat terpukul mendengar kabar dari dokter.


*****


Hari pemakaman Chelsea. Walaupun aku masih terpukul atas meninggalnya sahabat karibku, aku berusaha mengikhlaskan dan mendoakan semoga Chelsea ditempatkan di tempat yang terbaik di sisi-Nya. Aku melihat Tante Indah juga tidak seterpuruk hari-hari sebelumnya.


Ya Chelsea, semoga kamu bisa tenang disana.

 

 

 

TAMAT

Wednesday, October 29, 2014

SCREAM

Part 3

Created by : Salma Fatiha Farrahani

NO COPAS!!! *memangnya ada yang mau ngopas cerita ginian-,-*
NO PLAGIARISM!!!

"Nih, thanks ya," Hafidzh menyodorkan ponsel kepada Ayana dan ketika dia mengangkat pandangannya, matanya memergoki mata Ayana yang sedang memperhatikannya. Ayana gelagapan mengetahui dirinya ketahuan tengah memandangi Hafidzh. Diterimanya ponselnya dengan gugup.

"Ah...Sa...Sama-sama,"

Hafidzh tersenyum padahal dalam hati dia tertawa geli melihat kelakuan Ayana. Setelah mengantungi HP nya, dia turun dari mobil.

"Gue pulang ya. Bye,"

"Bye,"

Mobil Hafidzh pun melaju meninggalkan Ayana yang tengah berdiri di depan rumahnya sambil melambaikan tangan._. Setelah mobil sedan tersebut hilang dari pandangan, Ayana segera melangkahkan kakinya memasuki rumah.

'CLEK'

Ayana menekan knop pintu rumahnya dan membukanya. Keadaan rumah gelap gulita ketika pintu terbuka. Ternyata Zaki meninggalkan rumah tanpa menyalakan lampu! Ayana berjalan memasuki rumah sambil meraba-raba dinding mencari 'sosok' saklar lampu. Ketika benda itu teraba oleh tangannya, dia menekannya dan seketika semburat cahaya lampu menerangi ruangan.

Gadis ini berjalan menuju kamarnya sambil bersenandung untuk berganti baju. Usai seragamnya telah terganti dengan baju casual berwarna oranye dengan lengan pendek berwarna cokelat bergambar tokoh kartun garfield serta celana pendek berbahan jeans, gadis ini merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Entah sejak kapan ponselnya kini sudah berada di tangannya. Dia tengah asyik melanjutkan aktivitasnya yang tadi sempat diganggu Hafidzh karena ponselnya disita oleh pemuda tersebut. Yap! Membuka twitter untuk mengisi kejenuhan yang menghantui dirinya.

Dibacanya mentions-mentions dari para fans nya. Terkadang dia terkekeh sendiri jika membaca mentions yang lucu. Seandainya dia bisa dan boleh membalas mentions-mentions mereka satu persatu, tentu akan dia lakukan.

Tiba-tiba muncul notifications sebuah pesan twitter atau dirrect messages yang biasa disingkat DM. Ayana membuka pesan tersebut dengan perasaan heran. Saat melihat nama pengirim, rasa heran Ayana bertambah karena dia tidak mengenal pengirimnya. Isi pesan tersebut adalah :

"Kau akan mati jika kau tidak bisa menolongku"

Ayana mengerutkan kening. Apa-apaan ini? Siapa yang iseng mengiriminya pesan twitter tersebut? Sangat tidak jelas dan kurang kerjaan sekali pengirimnya. Tapi tiba-tiba ponselnya mengalami hang dan mati. Bersamaan dengan itu, tiba-tiba listrik dirumahnya ikut mati. Ayana tersentak.

Dari arah dapur, terdengar suara nyaring seperti suara pisau yang di asah. Dan langkah kaki seseorang yang semakin mendekati kamarnya. Langkah itu terdengar seperti suara kaki seseorang menginjak genangan air. Namun suara yang ini lebih keras dan terus menerus. Ayana semakin shock saat di dengarnya juga suara jeritan dan lolongan yang tadi di dengarnya ketika di sekolah. Seketika dia teringat kejadian itu di sekolah sebelum kedatangan Hafidzh. Kejadian saat jeritan itu terngiang kembali dan membuat telinganya terasa sangat sakit ketika Hafidzh menanyakan mengapa dirinya terlihat begitu ketakutan. Dan sosok perempuan menyeramkan berambut panjang dengan dua pisau berlumuran darah yang tampak mengkilap diterpa sinar bulan terlihat berdiri di depan pintu kamar. Perempuan itu menolah ke arahnya. Mata nya yang putih pucat serta polos tanpa bola mata itu melotot ke arahnya sehingga tampak seperti mau copot dari cekungannya. Bibir perempuan yang juga berlumuran darah menyeringai kejam. Ayana mendengar namanya dipanggil-panggil oleh perempuan itu. Perempuan itu menghampiri Ayana yang sudah terpojok sambil menangis ketakutan.

Semakin dekat...

Semakin dekat...

Hingga akhirnya dia berdiri di depan Ayana. Kedua tangannya yang menggenggam pisau teracung. Dia menjerit sekali sebelum dia berkata dengan suaranya yang melengking.

"Matilah kau Ayana!!!"

Tangan tersebut bergerak hendak menghunus kedua pisau tersebut ke arah dada Ayana tepat di posisi jantungnya berada.

"AAAAAAAA!!!"

*

"AYANA! AYANA! BANGUN!"

Ayana tersentak dan membuka matanya. Ketika dia membuka mata sebuah wajah terlihat sangat dekat di depan wajahnya membuatnya berteriak dan menjauh dari 'wajah' tersebut

"Hei tenang tenang! Ini gue Zaki. Kakak lo,".

Mendengar suara itu, kesadaran Ayana seketika pulih. Dilihatnya wajah Zaki yang tersenyum ke arahnya di tengah cahaya remang-remang.

"Kak Zaki,"

Secara refleks, Ayana menghambur memeluk badan Zaki dan menangis sepuasnya. Ternyata kejadian menyeramkan ini hanyalah sebuah mimpi. Mimpi yang terlihat seperti nyata. Sangat nyata. Ayana sangat bersyukur bahwa itu tadi hanyalah mimpi. Karena kalau bukan mimpi, entah apa yang terjadi terhadap dirinya. Tapi saat ini, dia hanya ingin menangis. Menangis antara senang, takut, dan segala perasaan bercampur aduk.

Zaki mengusap-usap rambut adiknya dengan lembut. Sebetulnya dia mempunyai berbagai pertanyaan untuk adiknya. Tapi melihat kondisi Ayana, dia menunda niatnya untuk bertanya. Yang perlu dia lakukan kini hanyalah menenangkan Ayana.

To Be Continued...

Maaf pendek, lagi buntu ide. Maaf kalau ceritanya absurd dan gak jelas. Sebenernya lagi gak mood nge-next, tapi udah lama gak ngenext, jadi aku putuskan untuk nge-next walau hasilnya hancur._.

Maaf ya :v

Monday, October 13, 2014

SCREAM

Part 2

Created by : Salma Fatiha Farrahani

NO COPAS!!!
NO PLAGIARISM!!!

Part ini gak serem. Khusus bagian Ayana dan Hafidzh.
Ok Happy reading all 

*______________*

"Nungguin orang yang udah nonjok gue? Hmmm..." Hafidzh memasang ekspresi sengak sambil menaikan satu alisnya.

"Masalah itu gue minta maaf banget Fidzh! Gue bener-bener gak sengaja! Gue bakalan nurutin apa yang lo minta deh  asalkan lo mau nemenin gue disini!" bujuk Ayana. Hafidzh tersenyum licik.-. Dia memandang ke arah Ayana.

"Bener lo mau nurutin apapun permintaan gue?"

"Asalkan gak keterlaluan!"

"Baiklah gue minta..." Hafidzh mendekatkan wajahnya ke wajah Ayana membuat gadis itu menjauhkan wajahnya dari wajah Hafidzh.

"M...Mau ngapain lo?" tanya Ayana sedikit ngeri atas kelakuan Hafidzh. Hafidzh terkekeh melihat Ayana yang ketakutan lalu menjauhkan wajahnya dari wajah Ayana.

"Gue minta lo pulang bareng gue,"

*____*

'BUGH!'

Pintu sebuah mobil sedan hitam berdebam. Seorang gadis tampak sudah duduk manis di jok penumpang bagian depan. Memperhatikan seorang pemuda seusianya yang sedang berbincang-bincang dengan seorang pria dewasa. Gadis itu adalah Ayana dan pemuda itu adalah Hafidzh. Entah dengan siapa Hafidzh berbicara, tau-tau tadi dia menarik tangan Ayana ke sebuah rumah yang terletak di belakang sekolah mereka. Sepertinya pria dewasa tersebut merupakan sanak saudara Hafidzh. Tak lama, Hafidzh menyudahi percakapannya dengan pria itu, dia berpamitan dan bergegas masuk ke dalam mobil.

"Siapa itu?" tanya Ayana yang sudah tidak kuasa menahan rasa penasarannya.

"Om gue,"

"Ini mobil lo?"

"Iya lah! Lo kira mobil siapa?!"

"Tapi kok mobil lo ditaruh di rumah Om lo?"

"Ya suka-suka gue dong!"

Ayana menghembuskan napas jengkel. Bibirnya merengut. Ada apa dengan Hafidzh? Tiba-tiba dia berubah menjadi judes!
Hafidzh memundurkan mobilnya. Hujan deras segera mengguyur atap mobil bagian belakang.

"Yuk Om! Hafidzh pamit dulu. Assalamualaikum," Hafidzh menjulurkan kepala keluar dari mobil. Ralat! Dia menjulurkan kepala dan juga mengeluarkan tangan kanannya sembari mengangkatnya._. *ngerti gak?:3*

"Waalaikumsalam. Hati-hati Fidzh,"

*_____*

Sepanjang perjalanan hanya diisi oleh keheningan. Hafidzh fokus pada jalanan di depannya yang sedikit kabur oleh hujan. Ayana sibuk dengan ponselnya. Dia masih sebal karena respon Hafidzh tadi yang sangat singkat.

"Ay?"

Suara itu memecah keheningan yang melanda. Ayana tak menggubrisnya. Dia masih asyik bergelut dengan dunia maya.

"Ayana?"

"Hem..."

Hafidzh menaikkan satu alisnya. Bingung.

"Lo marah sama gue?"

"Kata lo gimana?"

Hafidzh menghela napas. Dia mengalihkan perhatiannya sebentar dari kemudi dan menatap  wajah polos Ayana yang sedikit menunduk.

"Maafin gue kalau tadi gue agak nyuekin lo,"

Ayana hanya mengangguk. Karena kesal, Hafidzh merampas ponsel Ayana yang menjadi pusat perhatian gadis cantik ini. Ayana tersentak ketika ponselnya di ambil

"Ngapain sih lo? Balikkin HP gue!"

"Nggak mau! Lo harus mau ngobrol sama gue dulu baru gue kembaliin HP lo!" kata Hafidzh santai dan mengantongi ponselnya di saku celana bagian kanan. Saku celana tersebut merupakan tempat paling aman dari jangkauan Ayana. Karena gadis ini duduk di sebelah kiri dan akan sulit mengambil ponsel itu tanpa bantuan dari dirinya.

"Ck! Tadi lo nyuekin gue, sekarang minta gue ngobrol sama lo! Labil banget sih!"

"Yang nyuekin siapa? Gue tadi ngerespon ucapan lo kok!"

"Tapi jawabannya terlalu singkat!"

"Yang penting kan gue jawab!"

"Balikin HP gue!"

"Tadi itu emang mobil gue. Gue titipin mobil gue ke om gue gara-gara sekolah gak mengizinkan anak-anak bawa kendaraan bermotor dengan alasan kasihan anak yang umurnya di bawah 17 atau belum punya SIM. Nanti mereka iri, kalau mereka iri, mereka bakal melanggar peraturan. Jadinya biar aman, gue titipin mobil gue ke om gue. Padahal umur gue udah 18. Puas?" Hafidzh menjelaskan tanpa diminta menjelaskan ulang 

"Puas! Sekarang balikin HP gue!"

"Sekarang giliran gue yang nanya. Lo harus jawab kalau mau HP lo kembali!"

"Iya iya mau nanya apa? Bawel banget sih lo jadi cowok!"

"Cerita sama gue kenapa lo kelihatan ketakutan waktu gue ngintip ke kelas lo,"

Ayana terdiam. Dia kembali teringat pada kejadian itu. Kejadian dimana dia mendengar jeritan-jeritan aneh saat di sekolah tadi. Dan tiba-tiba suara jeritan itu tengiang di telinga Ayana. Bahkan terdengar lebih nyaring membuat telinganya sakit. Ayana mengerang dan menutup telinganya. Apa yang terjadi dengannya?"

"Ay lo kenapa?" tanya Hafidzh mulai cemas. Dia meminggirkan mobilnya di sebelah kiri. Perhatiannya saat ini hanya kepada Ayana. Takut dia tidak fokus menyetir hingga bisa saja terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

"Errghh..." Ayana semakin mengerang. Jeritan itu seperti menusuk tajam gendang telinganya. Oh Tuhan! Tolong aku! Telingaku sangat sakit! Apa yang sebenarnya terjadi? batin Ayana.

"Ay! Ayana! Lo kenapa? Lo gak usah cerita kalau emang gak bisa cerita. Maaf gue udah nanyain yang enggak-enggak," Hafidzh tampak panik. Dia mengguncang-guncang lengan Ayana. Perlahan suara jeritan nyaring itu semakin terdengar pelan. Sampai akhirnya berhenti. Perlahan Ayana melepaskan bekapan tangannya dari telinganya sambil membuka mata. Matanya basah dan ada sebuah jalur air yang mengalir di pipinya. Dia menangis! Telinganya masih berdenyut-denyut dan badannya terasa lemas. Napasnya tersengal-sengal. Keringat mengalir di pelipisnya. Dia tampak seperti habis lari maraton,

"Maafin gue Ay. Maafin gue!"

"Gak apa-apa," lirih Ayana.

"Kita mau  ke rumah sakit?"

"Gak usah Fidzh. Gak apa-apa kok. Ini udah mendingan rasanya,"

"Tapi kalau telinga lo ada masalah gimana?"

"Nggak apa-apa. Gue punya obat telinga di rumah. Nanti gue tetesin obat biar mendingan,"

"Lo yakin?" Hafidzh masih belum yakin. Ayana mengangguk lemas.

"Minum dulu," Hafidzh mengambil botol minuman Ayana yang terletak di bagian samping tas Ayana. Ayana meraih botol tersebut dan meneguk airnya. Merasakan kesegaran air mineral yang mengalir melewati kerongkongannya. Rasanya dia jauh lebih segar dibanding tadi.

"Udah enakan?"

"Udah. Thanks ya Fidzh,"

"Your'e Welcome," Hafidzh tersenyum manis. Ayana balas tersenyum meski sedikit gugup.

"Cantik," gumam Hafidzh dalam hati.
 "Tampan," lirih Ayana yang juga dalam hati.

Kedua nya sama-sama membatin dalam waktu bersamaan dan sama-sama saling memuji. Namun sayangnya mereka tidak mengetahui hal itu.

"Kita jalan lagi ya?"

Ayana mengangguk dan Hafidzh kembali memacu mobilnya.

*_____*

Mobil sedan itu berhenti tepat di sebuah rumah bergaya minimalis dan dilapisi cat tembok berwarna serba biru. Itu rumah Ayana.

"Emm... Makasih ya Fidzh udah ngebolehin gue numpang," kata Ayana.

"Sama-sama," kata Hafidzh lembut. Hujan diluar sudah reda. Hanya rintik-rintik kecil yang turun. Saat Ayana hendak membuka pintu mobil, tangan Ayana ditahan oleh tangan Hafidzh. Ayana menoleh bingung dan seketika jantungnya berdegup kencang. Wajah Hafidzh tepat berada di depan wajahnya.

"Gue minta nomor HP dan pin BB lo,"

"Eh bukannya HP gue di elo ya?" Ayana mengerutkan keningnya heran. Hafidzh sempat cengo sesaat kemudian dia menepuk jidatnya.

"Ya ampun gue lupa! Untung lo bilang. Ya udah bentar gue salin dulu nomor lo ke HP gue,"

Ayana menggeleng-gelengkan kepala  melihat sikap Hafidzh. Hafidzh tampak serius menyalin nomor kontak Ayana.

"Lo tetep ganteng kalau lagi serius gitu. Pantes kalau banyak anak cewek tergila-gila sama lo. Aduh gue ngomong apaan sih! Malah ngekhayal yang nggak-nggak!"

"Nih, thanks ya," Hafidzh menyodorkan ponsel kepada Ayana dan ketika dia mengangkat pandangannya, matanya memergoki mata Ayana yang sedang memperhatikannya. Ayana gelagapan mengetahui dirinya ketahuan tengah memandangi Hafidzh. Diterimanya ponselnya dengan gugup.

"Ah...Sa...Sama-sama,"

Hafidzh tersenyum padahal dalam hati dia tertawa geli melihat kelakuan Ayana. Setelah mengantungi HP nya, dia turun dari mobil.

"Gue pulang ya. Bye,"

"Bye,"

*_____*

To Be Continued... 

Saturday, October 11, 2014

SCREAM

Part 1

Created by : Salma Fatiha Farrahani

NO COPAS!
NO PLAGIARISM!

NB : alurnya gue ganti sedikit._. Yang tadinya anak kuliahan, latar tempatnya di kampus / universitas, gue ganti jadi anak SMA dan latar tempatnya di sekolahan SMA. Soalnya gue gak tau tentang perkuliahan -_-


*__________*


Langit yang seharusnya cerah di sore hari ini, entah kenapa menjadi suram. Awan hitam bergulung-gulung seakan berlomba untukmenutupi permukaan langit. Guntur saling bersahut-sahutan dan angin kencang tak urung berhembus. Tampak jelas bahwa tak lama lagi, akan turun hujan yang sangat deras.

Di sebuah ruang kelas, terlihat seorang gadis berambut panjang tengah terburu-buru menulis sesuatu di buku tulinya. Sesekali matanya melirik ke arah ponsel yang tergeletak di sampingnya. Gadis itu sedang menulis catatan pelajaran hari ini. Dia terpaksa harus duduk manis di sini sendirian untuk mencatat materi pelajarannya tadi lantaran saat kegiatan belajar mengajar berlangsung, gadis ini tengah menyelesaikan ulangan harian susulan yang terdiri dari dua mata pelajaran. Istilah singkatnya, dia ketinggalan pelajaran.-.

Drrt... Drrt... Drrt...

Tiba-tiba ponsel yang berbaring di sebelah lengan kanannya bergetar. Gadis ini meraih ponselnya.

'Incoming Call Zaki Shahab'

Gadis ini mengangkat telepon dari sang kakak.

"Halo, kak Zaki?"

"Halo. Ay, lo dimana? Kok belum pulang?"

"Gue masih di sekolah. Nyatet catatan pelajaran dulu nih, belum selesai,"

"Pelajaran apa?"

"IPS. Lo tau kan seberapa banyaknya catatan pelajaran IPS itu. Bentar lagi gue selesai kok,"

"Ya udah. Tapi sorry ya gue gak bisa jemput lo. Gue ada janji ketemu dosen gue dirumahnya. Mau ngediskusiin tentang skripsi gue. Lo pulang sendiri gak apa-apa?"

Gadis ini terdiam sambil menghela napasnya. Zaki memang menyebalkan! Disaat moodnya yang sedang buruk ini, malah menyuruhnya pulang sendiri lantaran dia sendiri sedang ada urusan dengan dosennya? Ditambah cuaca yang sedang tidak mendukung ini? Oke Zaki tega!-_-

"Ay?"

"Oh iya kak. Gak apa-apa nanti gue pulang sendiri,"

"Bener gak apa-apa? Lo gak marah?"

'Etdah ni anak! Nyuruh gue pulang sendiri, tapi masih nanyain gue macem-macem!' gerutu gadis ini dalam hati.

"Iya. Nggak gue gak marah,"

"Maaf ya banget ya Ay. Hati-hati ya. Jaga diri baik-baik. Jangan pulang malam-malam. Kalau ada apa-apa telepon gue. HP gue selalu stand by. Ok? See you bye,"

"Bye,"  dengan gontai, gadis ini--yang notabenenya bernama Ayana Shahab atau biasa dipanggil Ayana-- mengakhiri percakapannya dengan Zaki. Dia meletakkan ponselnya lagi di meja dan kembali menulis catatan yang belum selesai. Hatinya bersorak-sorak menyemangatinya. Tinggal sedikit lagi, maka dia bisa pulang ke rumahnya yang hangat! Tangannya sudah sangat pegal hingga nyaris rasanya seperti karet. Badannya juga sudah mulai kedinginan lantaran angin yang berhembus kencang diluar sana.

Tiba-tiba terdengar suara guntur menggelegar dengan kerasnya membuat Ayana terlonjak kaget dari tempat duduknya. Bersamaan dengan itu, tiba-tiba telingnya menangkap suatu bunyi ganjil. Awalnya terdengar samar, namun makin lama suara itu semakin keras. Ayana terpaku di tempatnya. Badannya gemetar ketakutan. Suara itu. Sebuah suara lolongan panjang menyeramkan yang asalnya entah darimana terdengar seakan menari-nari di sekitar sekolah. Lolongan itu terdengar seperti seseorang yang sedang kesakitan dan terdengar memilukan hati, tapi membuat bulu kuduk meremang.

Tak hanya itu, Ayana juga mendengar suara baru yakni sebuah suara langkah kaki seseorang dari koridor sekolah yang tak jauh dari kelasnya. Dan suara langkah kaki itu terdengar mendekati kelasnya. Jantung Ayana berdegup gila-gilaan. Keringat dingin mengalir di pelipisnya. Tangannya langsung lemas sehingga bulpen yang dia genggam terjatuh ke lantai. Ingin rasanya gadis itu beranjak keluar dan berlari sekencang mungkin meninggalkan sekolah. Tetapi rasanya tubuhnya seperti dilem di bangku tempatnya duduk. Langkah kaki itu terdengar semakin mendekat. Ayana memejamkan matanya. Tak tahan jika harus melihat sosok apakah yang nantinya akan melongok ke dalam kelasnya. Suara langkah kaki itu terhenti, tergantikan oleh suara yang memanggil namanya.

"Ayana,"

Ayana masih memejamkan matanya. Rasanya sudah seperti ingin menangis saja mendengar suara itu menyebut namanya. Panggilan itu terdengar lebih keras. Ayana masih tidak menggubrisnya. Gadis ini malah menutup wajahnya dengan tangan. Mulutnya komat-kamit tidak jelas. Dan pada akhirnya...

PLOK!!!

"AYANA!!!"

"Setaaaaann!!! Jangan sentuh gue! Pergi gak?! Jauhi gue!!!!!" Rasa takut gadis ini menjelma menjadi rasa emosi yang tidak dia sadari. Tangannya memukul membabi buta. Meninju ke arah badan sosok itu. Sosok misterius itu mengerang kesakitan, perutnya terkena bogeman mentah dari Ayana._.

"Aduh! Berhenti Ay! Sakit! STOP! Gue bukan setan! Gue Hafidzh!!!"

Mendadak Ayana mematung mendengar makhluk yang ternyata manusia  itu berbicara. Perlahan-lahan matanya terbuka dan tidak sampai sedetik kemudian, wajah gadis ini memerah bagai kepiting rebus. Tampak di depanya, seorang pria tampan berambut cepak model acak-acakan ambruk di bangku sambil membungkuk memegangi perutnya yang nyeri.

"Ha...Hafidzh? A...Aduh maafin gue ya! Gue kira lo setan. Sakit ya? Maaf!" kata Ayana panik bercampur malu. Tangannya merogoh ke dalam tas mencari minyak kayu putih yang biasa dia bawa ke sekolah. Setelah itu dia menyerahkannya pada Hafidzh dengan maksud untuk menghangatkan perutnya yang tertinju oleh Ayana. Siapa tau dengan minyak kayu puth, sakitnya akan mereda. Hafidzh menerima minyak kayu putih itu dan mengoleskannya ke perutnya sambil  meringis. Setelah dirasa cukup hangat, dia menyerahkan kembali kepada Ayana.

"Thanks,"

"Lo gak apa-apa? Masih sakit? Maafin gue Fidzh! Sumpah gue gak tau kalau itu lo," ucap Ayana yang tampak merasa sangat bersalah.  Hafidzh mencoba tersenyum.

"Ng...Nggak apa-apa kok. Udah mendingan gara-gara lo kasih kayu putih,"

"Lo ngapain disini?"

"Gue tadi ngambil seragam olahraga gue yang ketinggalan di kelas. Terus ngeliat kelas lo masih terang. Gue penasaran terus ngintip ke kelas lo. Gataunya ada lo yang lagi duduk gemetaran sambil merem. Pas gue samperin, lo malah ninju gue. Padahal buat apa sih ninju orang seganteng gue? Mana nyangka kalau gue setan lagi!

Wajah Ayana kembali memerah mendengar gerutuan Hafidzh. Hafidzh sungguh menyebalkan! Pria itu terkekeh melihat rona merah pada wajah Ayana.

"Udah lah lupain aja masalah lo nonjok gue. Sekarang yang mau gue tanyain, lo kenapa? Kok kayak ketakutan gitu?"

"Nanti aja lah gue ceritain. Sekarang gue mau nyelesaiin catatan gue dulu. Lo tungguin gue disini ya? Mau kan? Please!" pinta Ayana sambil sedikit merengek. Hafidzh memuta bola matanya.

"Nungguin orang yang udah nonjok gue? Hmmm..." Hafidzh memasang ekspresi sengak sambil menaikan satu alisnya.

"Masalah itu gue minta maaf banget Fidzh! Gue bener-bener gak sengaja! Gue bakalan nurutin apa yang lo minta deh  asalkan lo mau nemenin gue disini!" bujuk Ayana. Hafidzh tersenyum licik.-. Dia memandang ke arah Ayana.

"Bener lo mau nurutin apapun permintaan gue?"

"Asalkan gak keterlaluan!"

"Baiklah gue minta..." Hafidzh mendekatkan wajahnya ke wajah Ayana membuat gadis itu menjauhkan wajahnya dari wajah Hafidzh.



To Be Continued...

Wednesday, September 17, 2014

Scream

Prolog

"HEI LEPASKAN AKU! KALIAN INGIN MEMBAWAKU KEMANA?!!" terdengar jeritan
seorang wanita di tengah kesunyian malam yang menghiasi kampus.
"Jangan berisik atau kau akan mati!" terdengar desisan menyeramkan
dari seseorang. Orang itu memakai topeng sehingga wajah aslinya tak
terlihat.
"Siapa kau? Ingin kau apakan aku!?" air mata mengalir deras dipipi wanita ini.
"Kau ini sungguh menyebalkan! Tak bisakah kau diam? Aku tak punya
pilihan lain," tiba-tiba beberapa orang mendekap erat-erat gadis itu
dan seorang dari mereka menyumpal hidung dan mulutnya dengan
saputangan. Gadis ini merasakan saputangan ini basah oleh sesuatu yang
beraroma obat. Tak lama setelahnya, gadis itu tak ingat apa-apa lagi.

*

"Dia mati bos?" tanya seorang gadis berambut panjang sambil melepas
topengnya. Orang yang dipanggil bos menyahut. Dia juga ikut melepas
topengnya.
"Tidak. Dia hanya tidur karena terkena efek obat bius. Tapi obat ini
tidak terlalu kuat. Dalam setengah jam, dia akan sadar kembali.
Sebaiknya kita sekap dia dulu disini," kata si Boss yang berambut
model bob dan bertindik di telinga. Anak buahnya segera mengikat
pergelangan tangan dan kaki wanita yang tertidur ini di kursi.
Kemudian menutup mata serta mulut nya dengan saputangan.

*
Nabilah POV

Aku mencoba membuka mata. Namun percuma. Sepertinya sesuatu
menghalangi pandanganku sehingga meski aku membuka mata, sekeliling
tetap gelap. Ada apa ini? Apakah aku ditawan disuatu ruangan yang
tidak berpenerangan? Atau... Ataukah aku buta? Tidak! Aku yakin bukan
itu alasannya! Setelah beberapa waktu, aku tersadar bahwa sesuatu yang
menghalangi pandanganku adalah sebuah benda. Tanganku bergerak hendak
menyentuh benda apa itu, namun tanganku seperti mati. Tak dapat
digerakkan. Kakiku juga tak bisa digerakkan. Mulutku tak dapat
terbuka. Semuanya kaku. Sebuah pikiran terlintas di benakku. Dia telah
ditawan di suatu tempat yang tak ku ketahui tempat apa itu, dengan
seseorang tak dikenal, dan kini tangan, dan kakiku diikat serta mata
dan mulutku ditutup.

"Ternyata kau sudah sadar Nabilah!" suara itu! Suara seseorang yang
tadi menyeretku ketempat sialan ini.
"Kau tahu aku siapa? Kau mungkin tak mengenalku, tapi mungkin kau tahu
namaku. Aku Gracia,"
Gracia?! Tunggu! Sepertinya aku tau wanita ini!
"Aku Gracia Ardellia mahasiswi jurusan sasta, seorang wanita yang kini
berstatus sebagai 'Mantan Kekasih' Florence Steven karena seorang
wanita lain merebutnya dariku. Dan wanita itu adalah kau Nabilah
Ratna!"
Tepat! Kini aku tahu siapa dia. Dia mantan kekasih Florence Steven.
Mahasiswa fakultas teknik jurusan arsitektur. Bisa dibilang Florence
seperti bintang di kampus kami. Banyak wanita-wanita menggilai
Florence. Itu tak perlu diherankan. Karena selain Florence pria yang
sangat tampan, dia juga baik. Belum lagi dia berstatus sebagai anak
pejabat tinggi. Ber-IPK tertinggi sekampus. Sangat perfect bukan?
Pantas saja wanita-wanita disini menggilainya! Mungkin termasuk aku.
Jujur, aku juga jatuh cinta pada Florence. Tapi aku dan dia sama
sekali tidak berpacaran! Tidak! Gracia hanya salah sangka.

"Sekarang, karena kau berani macam-macam denganku, kau akan merasakan
akibatnya!" tiba-tiba kurasakan sebuah sesuatu yang dingin menyentuh
kulit lenganku. Dingin sebuah stainless steel. Dan sesuatu yang tajam
tiba-tiba menggores lenganku dan aku merasakan perih. Aku berusaha
menjerit. Tubuhku kusentak-sentakkan dengan kasar. Tidakkk! Hentikan
Gracia! Air mata mengalir dengan deras di pipiku. Aku semakin membabi
buta ketika goresan itu semakin memanjang dan mengitari pergelangan
tanganku. Tak hanya itu, sebuah pisau yang dikendalikan oleh orang
lain juga mengiris kulit leherku.

"Selamat tinggal, Nabilah Ratna Ayu Azalia!"

Bersambung

Monday, September 15, 2014

Blog Aktif

Assalamualaikum...
Akhirnya setelah sekian lama blog ini tidak terurus lagi oleh saya, saya kembali untuk mengurus blog ini lagi ^_^

Selamat membaca cerpen, cerbung, novel, dan berbagai corat-coret karya Salma Fatiha Farrahani ^_^