Antara Aku, Sahabatku dan Sebuah Kanker
Aku terdiam di dalam kelas sambil melirik bangku di sebelah bangku ku. Aneh sekali. Biasanya teman sebangkuku yang notabenenya sahabat karibku yang bernama Chelsea duduk disitu. Dan kini, mendadak dia tidak masuk sekolah entah apa alasannya. Bukan hanya sehari-dua, tetapi sampai seminggu semenjak hari pertama semester kedua, Chelsea sudah menghilang tanpa kabar.
Saat aku mencoba menghampiri rumahnya, rumahnya seperti kosong tidak berpenghuni. Ketika itu, ada seorang ibu-ibu pemilik warung yang juga tetangga sebelah rumah Chelsea mengatakan kalau Chelsea belum pulang dari berlibur. Tetapi kenapa hingga seminggu dia belum juga kembali? Dan saat aku mencoba mengontak nomornya, nomornya sudah tidak aktif. Pesan di media sosial pun tidak dia balas.
Ketika bel pulang sekolah berbunyi, aku segera bangkit dan berjalan keluar kelas, mengikuti teman-temanku. Tiba-tiba ponselku bergetar menandakan pesan masuk di LINE. Ketika aku mengecek, tertera nama pengirimnya, nama orang yang sudah lama tidak ada kabar, nama orang yang sedari kemarin aku cari-cari.
Chelsea Wulandari F : Hai Tika. Maaf banget kalau selama ini aku menghilang dan tidak mengabarimu. Sebenarnya sejak liburan semester satu, aku pindah ke London. Ayahku di pindahkan kerja, kurang lebih selama 5 tahun. Nomor ponselku tidak aktif, karena kartu perdananya kartu perdana Indonesia yang tidak bisa digunakan di luar negeri. Jadi maaf kalau selama ini kamu mengirimiku pesan dan meneleponku. Aku juga belum sempat membalas pesanmu di media sosial, karena aku sibuk disini. Mengurus kepindahan dan juga kelanjutan dari sekolahku. Maaf juga aku mendadak memberitahukan ini padamu.
Chelsea Wulandari F : Kamu jaga diri di Indonesia ya. Tenang aja, aku janji aku pasti bakal kembali ke Indonesia setelah 5 tahun. Semoga kamu sukses sekolah disana. Oh ya! Kita harus tetap kontakan ya! Karena aku tidak bisa ber-SMS lagi, jadi kita bisa komunikasi lewat media sosial. Doakan aku agar baik-baik di London^^ bye see you again Tika ^^
Dan sejak saat itu, Chelsea jarang berkomunikasi lagi denganku.
*****
5 tahun kemudian...
Kini aku berusia 22 tahun. Aku sudah lulus kuliah dan mendapatkan gelar sarjana S1 jurusan kedokteran anak. Kini aku juga bekerja di sebuah puskesmas yang ada di salah satu kota besar sambil mempersiapkan biaya kuliah S2.
Selama ini, aku sudah tidak pernah berkomunikasi lagi dengan Chelsea. Ntah bagaimana kabarnya sekarang, terakhir aku mengiriminya pesan, pesanku tidak dibaca olehnya. Sempat 2 tahun sebelumnya, Chelsea berkata ingin kembali ke Indonesia, dan itu akan terlaksana di akhir tahun. Tapi ntah kenapa beberapa minggu kemudian, dia membatalkan kepulangannya ke Indonesia.
Saat aku sedang berada di ruangan praktekku, sehabis menangani seorang pasien, seseorang mengetuk pintu ruanganku, dan ketika terbuka, dia adalah seorang resepsionis di puskesmas ini.
"Bu Tika, diluar ada seseorang yang ingin bertemu ibu. Saya belum pernah melihatnya, tapi sepertinya dia seseorang yang sedang sakit. Katanya ada keperluan penting untuk bertemu ibu," kata resepsionis itu. Aku tersenyum pada resepsionis itu.
"Baik mbak, terimakasih, saya akan keluar sebentar lagi," ucapku. Resepsionis itu mengangguk dan keluar dari ruanganku. Aku melanjutkan catatanku yang tinggal satu paragraf, setelah itu keluar dari ruanganku untuk mencari orang tersebut.
Pandanganku langsung jatuh pada bagian sudut ruang tunggu di puskesmas. Terdapat seorang ibu berkerudung sedang duduk. Di sebelahnya seseorang dengan menggunakan kursi roda duduk sambil mengobrol dengan ibu itu. Rambut orang itu botak dan ditutupi kupluk. Ketika aku mendekati mereka, betapa terkejutnya aku ketika menyadari, ibu-ibu berkerudung itu adalah Tante Indah, Mama Chelsea. Dan semakin terkejut ketika melihat seseorang berkursi roda itu, berwajah mirip Chelsea, atau memang dia adalah Chelsea?
"Tante Indah?!" tanyaku tak percaya.
"Hai Tika. Wah hebat, kamu sudah bekerja ya sekarang? Jadi dokter lagi," puji Tante Indah padaku. Aku tersenyum dan melirik seseorang di sebelah Tante Indah dengan perasaan tidak enak. Apakah benar dia...
"Chel...sea?!" tanyaku pelan, namun sarat akan keterkejutan. Aku menutup mulutku ketika melihat keadaan Chelsea yang berubah total.
"Hai Tikaaa. Wahh sudah lama ya kita tidak bertemu? Apa kabar?" tanya gadis yang benar saja ternyata itu Chelsea.
"Chelsea? Benarkah kamu Chelsea? Tapi... Kenapa??" tanyaku masih tidak percaya dengan penglihatanku. Ya Tuhan, Chelsea yang dulu ceria, kini mukanya tampak pucat meski dia berusaha menutupinya dengan senyum yang seperti terlihat bahagia. Chelsea yang dulu rusuh dan petakilan kini duduk diam di kursi roda dengan kupluk yang menutupi kepalanya yang dulu ditumbuhi rambut panjang yang selalu dikuncir. Kini, kepala itu tampak botak. Kemana rambut indah Chelsea?
"Tika, kita bisa mengobrol dulu sebentar diluar? Ada yang ingin aku bicarakan denganmu. Kamu pasti heran, dan sebagai dokter, aku kira kamu sudah tahu kenapa keadaanku seperti ini," kata Chelsea sambil tersenyum lebar. Aku serasa ingin menangis melihat keadaan sahabatku. Aku mengangguk dan menoleh ke arah Tante Indah. Seakan mengerti jalan pikiranku, Tante Indah mengangguk.
"Ya, tante izinkan kalian bicara berdua, karena itulah keinginan Chelsea datang kemari. Tolong jaga Chelsea ya Tika," ucapnya. Aku tersenyum.
"Baik tante. Terimakasih,"
Aku berjalan sambil mendorong kursi roda Chelsea. Sampai di taman, mengalirlah cerita Chelsea. Selama 5 tahun ini, ternyata alasan kepindahan Chelsea ke London bukan karena dipindah tugaskannya ayahnya, tetapi karena dia menjalani pengobatan di London. Dia menderita penyakit kanker dan itu menyebabkan dia harus lama berobat. Sempat setelah 3 tahun berobat kemoterapi, dia sudah dinyatakan sembuh dan dia berkeinginan kembali ke Indonesia. Ketika tinggal beberapa minggu lagi dengan waktu kepulangan Chelsea ke Indonesia, tiba-tiba penyakit itu datang lagi dan menyerang tubuh Chelsea, bahkan dokter mengatakan keadaan nya lebih parah dari yang sebelumnya karena penyakitnya sudah lebih kebal terhadap obat kemoterapi.
"Dokter mengatakan bahwa hidupku sudah tidak lama lagi. Beliau bilang, kemungkinan maksimal umurku kurang dari satu tahun. Meski sekeras apapun aku kemo, penyakitku sudah lebih parah. Aku kasihan melihat orang tuaku yang mengeluarkan banyak uang untuk kemo di luar negeri. Biaya disana sangat mahal, jadi aku memutuskan untuk pulang ke Indonesia dan dirawat disini. Lagipula... aku kangen kamu Tika. 5 tahun tidak bertemu kamu, rasanya sangat sepi. Jadi aku memutuskan kembali lagi ke Indonesia. Dan sekarang aku sudah bisa bertemu, mengobrol, dan..."
"Tidak Chelsea! Jangan berkata seperti itu! Dokter tidak tahu sampai kapan kamu akan bertahan. Hanya Tuhan yang tahu batas umur manusia. Aku yakin kamu bisa sembuh! Tolong, jangan buat aku panik. Jangan pesimis seperti itu! Dan kembali lah ke London. Jangan pikirkan aku. Peralatan kedokteran disana sudah lebih canggih dibanding disini. Kamu pasti bisa sembuh kalau dirawat disana!" ucapku. Tidak kuat menahan air mataku yang kini sudah berderaian. Tidak! Kumohon Chelsea, jangan berkata seakan-akan kamu sudah tidak punya harapan hidup. Aku yakin dia bisa sembuh kembali! Chelsea tersenyum sedih.
"Tapi ini memang sudah menjadi takdirku Tika. Mau dimanapun aku dirawat, penyakit ini sudah lebih kuat dan lebih ganas. Perlahan-lahan dia akan menggerogoti tubuhku. Aku hanya berpikir, untuk apa mengeluarkan uang banyak, kalau hasilnya sama saja? Lebih baik aku disini, cepat atau lambat, aku juga akan..."
"Stop! Please jangan buat aku takut! Jaga ucapanmu Chel! Please! Kamu harus kuat, kamu harus bisa bertahan melawan penyakitmu. Chelsea yang ini bukanlah Chelsea yang dulu ku kenal. Chelsea yang dulu merupakan sosok Chelsea yang kuat, tegar dan optimis. Kemana Chelsea yang dulu? Tolong jangan bicara hal-hal seperti itu! Mukjizat Tuhan tidak pernah ada yang tahu. Dokter hanya meramalkan, dan dia tidak pernah tahu kapan ajal menjemput manusia. Tolong, jangan menyerah! Kita juga harus selalu berdoa demi kesembuhanmu. Orang tuamu juga pasti mengusahakan apapun demi kesembuhanmu, walau semahal apapun," pintaku sambil memeluk Chelsea erat. Chelsea balas memelukku. Tak disadari, air matanya mengalir.
"Terimakasih Tika. Kamu memang sahabatku. Baiklah aku akan berjuang keras. Aku akan berjuang agar aku bisa sembuh, demi orang-orang yang menyayangiku. Tapi tidak lagi di London, melainkan disini. Aku kenal seorang dokter spesialis kanker yang sudah sangat berpengalaman menangani penyakit ini. Jadi tidak perlu ke luar negeri, aku cukup kemo disini dengan bimbingannya," ucap Chelsea.
"Apa kamu yakin?" tanyaku.
"Yakin! Tadi Tika yang menyuruhku untuk optimis. Sekarang Tika juga harus optimis kalau aku bisa sembuh meski dirawat disini. Peralatan Indonesia tidak kalah dengan yang di London kok," kata Chelsea. Aku mengangguk meski sedikit ragu. Kemudian kami berusaha mengalihkan topik dan berhenti membicarakan soal kanker. Chelsea memberiku oleh-oleh dari London, sebuah boneka beruang berwarna putih yang sedang memegang hati terbelah. Chelsea juga memiliki boneka yang sama denganku, yakni pasangan bonekaku. Jika disatukan, maka hati yang dipegang bonekanya bertuliskan "Love You, my Best Friend".
*****
Akhirnya, Chelsea pulang ke Indonesia dan dirawat di sebuah rumah sakit ternama dengan dokter spesialis kanker yang sudah sangat profesional. Sepulang bekerja, aku selalu menyempatkan diri menjenguk Chelsea. Keadaan Chelsea berangsur-angsur membaik meski belum total. Tapi kami masih terus berusaha sampai keadaan Chelsea terus membaik. Tidak lupa kami berdoa kepada Yang Maha Kuasa agar Chelsea diberikan kesembuhan.
Pada suatu hari, ini hari kesepuluh Chelsea dirawat di Indonesia. Dan di hari itu, aku menjenguk Chelsea sambil membawa boneka beruang dari Chelsea. Kemarin saat aku menjenguknya, Chelsea memintaku untuk membawakan boneka beruang Chelsea.
Belum sampai di kamar rawat Chelsea, tiba-tiba aku melihat seorang dokter beserta beberapa asisten dan susternya terburu-buru lari dan aku melihat, mereka berlari ke area kamar Chelsea. Aku membelalakan mata sambil menutup mulut. Tidak!! Semoga tidak terjadi apa-apa pada Chelsea! Aku berlari menuju kamar Chelsea. Aku melihat kedua orangtua Chelsea yang berdiri diluar kamar. Pintu kamar Chelsea tertutup rapat. Tante Indah tampak menangis di pelukan suaminya. Tanpa perlu bertanya pun, aku sudah mengerti apa yang terjadi pada Chelsea. Dengan lemas, aku mendudukan diri di kursi tunggu dan sibuk berdoa. Yang kini bisa ku lakukan hanyalah berdoa yang terbaik untuk sahabatku. Semoga Tuhan masih memberikan keajaiban untuk Chelsea.
Tiba-tiba pintu kamar Chelsea terbuka. Spontan, aku dan kedua orangtua Chelsea langsung menghampiri dokter. Dokter tampak menatap kami sebentar lalu berkata:
"Kami sudah berusaha semampu kami untuk memperjuangkan hidup Chelsea. Tapi kami tidak bisa mengulur umur yang sudah ditentukan oleh Tuhan. Sayangnya, Tuhan berkata lain. Tolong bapak, ibu, dan adik ikhlaskan Chelsea,"
Mendengar perkataan dokter, lututku langsung lemas. Aku jatuh terduduk sambil menutup wajahku dengan tangan. Tangisan Tante Indah semakin keras, dan walaupun Ayah Chelsea berusaha menenangkan Tante Indah, aku sangat yakin, beliau juga sangat terpukul mendengar kabar dari dokter.
*****
Hari pemakaman Chelsea. Walaupun aku masih terpukul atas meninggalnya sahabat karibku, aku berusaha mengikhlaskan dan mendoakan semoga Chelsea ditempatkan di tempat yang terbaik di sisi-Nya. Aku melihat Tante Indah juga tidak seterpuruk hari-hari sebelumnya.
Ya Chelsea, semoga kamu bisa tenang disana.
TAMAT